KALIANDA – Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Kabupaten Lampung Selatan, Anasrullah S.Sos MM kritisi sejumlah media bold yang menerbitkan berita tanpa menyajikan data yang akurat dan faktual.
Bahkan Anasrullah mengindikasikan artikel tersebut dimuat tanpa memperhatikan kaidah-kaidah jurnalistik yang berlaku, seperti kode etik jurnalistik (KEJ) dan pedoman media siber sesuai dengan UU Pers Nomor 40 tahun 1999.
Disebutkan Anasrullah, 2 media berani yang dimaksud yakni pesawaran.pikiran-rakyat.com & bandarlampung.pikiran-rakyat.com. Dua media siber tersebut melansir subtansi berita yang sama, meski dengan penyajian dan judul yang agak berbeda.
“Itu yang media pesawaran, pakai foto Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi. Padahal dalam artikel itu tidak ada satu patah kata pun keterangan dari beliau,” ujar Anasrullah, Minggu 9 Juni 2024.
Kemudian, terus Anasrullah, media yang bandarlampung dengan judul “Lamsel Butuh Pemimpin Visioner dan Tangguh: Mampu Atasi Tantangan dan Siap Terima Kritik” melansir tulisan sejumlah kriteria pemimpin ideal di Lampung Selatan yang dikaitkan dengan tudingan atas permasalahan di Lampung Selatan saat ini.
Namun Anasrullah menyikapi artikel tersebut mengungkapkan masalah-masalah yang disebutkan itu tanpa menyajikan data dan sumber yang kongkrit, faktual dan juga otentik. Bahkan Anasrullah mengesankan tulisan tersebut hanya opini penulis dalam upaya menggiring pemikiran masyarakat untuk menjatuhkan atau menyudutkan tokoh tertentu.
“Itu berdasarkan sumber dan data dari mana? Kok di artikel itu disebutkan, Lamsel krisis infrastruktur dasar, seperti jalan, listrik, air bersih, dan sanitasi. Kemudian Akses pendidikan dan kesehatan yang terbatas, pengelolaan sumber daya alam yang tidak berkelanjutan, serta kerawanan terhadap bencana alam seperti banjir dan tanah longsor,” imbuhnya.
Anasrullah menegaskan, Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Selatan tidak anti kritik. Namun demikian hendaknya karya jurnalistik dapat disajikan sesuai dengan peraturan yang telah diatur, dan disertai juga dengan data yang tujuan sebagai bahan masukan pemerintah daerah dari unsur media massa.
“Apalagi foto yang dipajang dalam artikel itu foto pak Bupati Nanang Ermanto. Ini kan upaya penggiringan opini untuk menyudutkan dan menjatuhkan, tapi tanpa disertai data dan sumber yang faktual juga kompeten,” kata mantan Kadis PPPA Lamsel ini.
Selain penayangan berita yang diharapkan dengan sajian data dan sumber yang jelas, sambung Anasrullah, produk jurnalistik juga dituntut untuk tujuan profesional dan berimbang sesuai dengan ketentuan UU Pers Nomor 40.
“Untuk menjamin kemerdekaan masyarakat dan memenuhi hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan masyarakat dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, surat kabar Indonesia diwajibkan untuk menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ),” tuturnya.
Lebih lanjut Anasrullah mengungkapkan sejumlah pasal dalam KEJ sebagai pedoman jurnalis dalam melakukan rutinitas aktivitas sehari-hari.
Seperti Pasal 1 KEJ yang menyebutkan : Wartawan Indonesia menyatakan kemerdekaan, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk,” tukas dia
Kemudian pasal 2 KEJ yang menyebutkan: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam menjalankan tugas jurnalistik.
“Artinya, surat kabar Indonesia menuntut agar menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya. Dan juga merekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang,” tuturnya.
Tak sampai disitu, Anasrullah juga berdebat dengan Pasal 3 KEJ yang berbunyi : Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
“Maksudnya adalah menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu. Kemudian berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional,” tukasnya.
“Sedangkan opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta. Lalu, asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang,” ucap Anasrullah lagi.
Anasrullah menyatakan menjunjung tinggi kemerdekaan dan kebesaran pers. Namun demikian, dia berharap dalam menjalankan fungsi, hak, kewajiban dan perannya, seseorang menghormati hak asasi setiap orang, karena itu seseorang dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
“Kemerdekaan mendefinisikan, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia,” tutupnya. (*)